PGRI PADA MASA DEMOKRASI LIBERAL (1950-1959)
1. Kongres IV PGRI di Yogyakarta 26-28 Februari 1950
Kongres IV PGRI dihadiri beberapa utusan dari luar-luar "daerah Renville", yaitu : Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, bahkan dari Sumatera, yaitu : Sigli, Bukit Tinggi, dan Lampun. Pengurus pusat SGI di Bandung datang pada kongres IV di Yogyakarta untuk secara resmi menggabungkan diri kedalam PGRI dengan menyerahkan 38 cabang. Delegasi SGI terdiri atas, Jaman Soejanaprawira Djoesar Kartasubrata, M. Husein, Wirasoepena, Omo Adimiharja, Sukarna Prawira, dan Anwar Sanusi. RIS diakui oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949.
Pada akhir Februari 1950 sebanyak 30 cabang SGI diseluruh negara meyatakan memisahkan diri dari SGI kemudian masuk PGRI. Yaman Soejanaprawira (KPI Jawatan PP dan K), M.Husein dkk berjasa sekali. Pada tahun 1950 pemerintah RI mengeluarkan PP No. 16/1950, sangat menguntungkan para guru, namun pelaksanaan penyesuaian gaji ternyata disana-sini berjalan serat. Kegembiraan mengeluarkan keluarya PP 16/1950 segera berbalik menjadi kekesalan dan keresahan, terutama dikalangan guru di Jawa Barat . Guru-guru di Jawa Barat mengancam untuk mengadakan pemogokan, menurut rencana dimulai pada 12 Juni 1950 pukul 10.00 pagi. Usaha ini berhasil, akhirnya disetujui pemerintah. Hal ini mengkokohkan wibawa PGRI dibuktikan dengan lancarnya PP No. 32/1950 tentang penghargaan kepada pelajar pejuang.
Pada saat itu presiden dalam sambutannya PGRI merupakan pencerminan semnagat juang para guru sebagai pendidik rakyat dan bangsa, selain itu juga menganjurkan untuk mempertahankan nama, bentuk, maksud, tujuan dan cita-cita PGRI sesuai dengan kehendak dan tekad pndiriannya sebagimana tercantum dalam AD/ART. Suasana politik pada saat itu juga masih sangat rawan dan timbul saling curiga antara orang republik dan mereka yang mau bekerjasama dengan Belanda. Akhirnya pada kongres IV diatas diputuskan " MAKLUMAT PERSATUAN" :
1. Mempersatukan semua guru dalam satu organisasi (PGRI)
2. Singkirkan rasa saling curiga dan semangat kedaerahan
3. Hilangkan suasana yang membahayakan anata GOL, NON, KO
4. Galang persatuan untuk mengisi kemerdekaan
2. Kongres V PGRI di Bandung 19-24 Desember 1950
Kongres V merupakan " Kongres Persatuan ". Kongres dihadiri oleh perwakilan luar negeri yang ada di Jakarta. Rapat diadakan di pusat kebudayaan Jl. Naripan, kongres ini membicarakan suatu masalah yang prinsipil dan fundamental bagi kehidupan dan perkembangan PGRI yaitu asas organisasi akankah memiih sosialisme keadilan sosial ataukah pancasila. Akhirnya, pancasila diterima sebagai asas organisasi. Sejak kongres V mulai nyata daerah dibentuk beserta susunan pengurusnya konferda mulai dilaksanakan. Mulanya konferda mulai dilaksanakan di Cirebon, Solo, Jember pada Maret 1951, selanjutnya konferda meluaas ke pulau lainnya, tanggal 27 Februari 1952 di Makassar dan 20 Maret 1952 di Banjarmasin. Hasil nyata dari konsolidasi ialah masuknya 47 cabang Sulawesi dan Kalimantan kedalam barisan PGRI.
3. Kongres VI PGRI di Malang 24-30 November 1952
Kongres menyepakati beberapa keputusan penting. Dalam bidang organisasi, menetapkan asas PGRI ialah keadilan sosial dan dasarnya ialah demokrasi, PGRI tetap dalam GSBI. Dalam bidang pemburuhan memperjuangkan kendaraan bagi pemilik sekolah, intruktur penjas dan pendidikan masyarakat. Dalam bidang pendidikan :
1. System pengajaran diselaraskan dengan kebutuhan negara pada masa pembangunan
2. KPKPKB dihapuskan pada akhir tahun pelajaran
3. KPKB ditiadakan diubah menjadi SR 6 th
4. Kursus B-I/B-II untuk pengadaan guru SLTP dan SLTA diatur sebaik-baiknya
5. Diadakan Hari Pendidikan Nasional
4. Kongres VII PGRI di Semarang 24 November s/d 1 Desember 1954
Kongres ini dihadiri 639 orang utusan. Untuk pertama kalinya kongres PGRI dihadiri oleh tamu-tamu dari luar negeri Maria Marchant wakil FISE di Paris, Marcelino Baustista dari PPTA (Filipina) wakil WOTOP, Fan Ming, Chang Chao, dan Shen Pei Yung dari SBP RRC, dan Jung Singh dari organisasi guru Malaysia. Dibicarakan pula masalah pendidikan agama. Hasil kongres antara lain :
Bidang Umum : Pernyataan mengenai Irian Barat, pernyataan mengenai korupsi, resolusi mengenai desentralisasi sekolah, resolusi mengenai pemakaian keuangan oleh Kemeterian PP dan K, dan resolusi mengenai penyempurnaan cara kerja Kementerian PP dan K
Bidang Pendidikan : Resolusi mengenai anggaran belanja PP dan K yang harus mencapai 25% dari seluruh anggaran belanja Negara, resolusi mengenai UU sekolah rakyat dan UU kewajiban belanja, resolusi mengenai film, gambar, tekstur, serta radio dan pembentukan dewan bahasa nasional
Bidang Pemburuhan : UU pokok kepegawaian, peleksanan peraturan gaji, pegawai baru, tunjangan khusus bagi pegawai yang tugas di daerah yang tidak aman, ongkos perjalanan cuti besar, guru SR dinyatakan sebagai pegawai negeri tetap, dan penyelesaian kepegawaian
Bidang Organisasi : Pernyataan PGRI untuk keluar dari GBSI dan menyatakan diri sebagai organisasi " Non-Vaksentral"
5. Kongres VIII PGRI di Bandung 1956
Kongres hampir dihadiri seluruh cabang PGRI di Indonesia. Suasana kongres mulanya meriah, tetapi waktu diadakan pemilihan ketua umum keadaan menjadi tegang. Pihak Soebandri menambah kartu palsu. Sehingga pemilihan terpaksa dibatalkan. Otak pemalsuan Hermanu Adi seorang tokoh PKI Jatim, yang menjabat ketua II PGRI. Walaupun M.E Subiadinata dihalangi secara curang akhirnya ia terpilih menjadi ketua umum menggantikan Sudjono. Ketua II PGRI digantikan M.Husein. Jumlah anggota PGRI meningkat setelah diadakan konsolidasi dengan cara :
1. Kunjungan ke cabang-cabang
2. Korespondensi PB PGRI dengan cabang lebih diintensifikasi
3. Tindakan-tindakan disiplin dilakukan kepada cabang yang tidak disiplin diberikan peringatan seperlunya
4. Dilakukan pembekuan terhadap pengurus cabang PGRI Palembang karena tindakan indisipliner terhadap komisariat daerah keterlibatan PGRI dalam symposium BMN Denpasar Bali (Juli 1957) mendapat penghargaan dan perhatian masyarakat
Pokok-pokok bahasan :
a. Pendidikan sebagai pewaris nilai budaya
b. Perlu adanya Indonesianisasi
c. Aspek kebudayaan agar dilegalisasikan dalam UUD
Selain itu juga terdapat masalah yang cukup serius mendapatkan perhatian diantaranya tentang :
1. Dimasukkannya pencak silat dalam pendidikan jasmani
2. Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah dalam dunia pendidikan dan masyarakat
3. Uang alat/ perlengkapan sekolah dan pakaian belajar
PGRI PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN (1959-1965)
1. Lahirnya PGRI Non Vaksentral/ PKI
Periode tahun 1962-1965 merupakan episode yang sangat pahit bagi PGRI. Dalam masa ini terjadi perpecahan dalam tubuh PGRI yang lebih hebat dibandingkan dengan pada periode sebelumnya. Penyebab perpecahan itu bukan demi kepentingan guru atau propesi guru, melainkan karena ambisi politik dari luar dengan dalih "machsovorming en machsaanwending" (pembentukan kekuatan dan penggunaan kekuatan). Ternyata goldfried termasuk salah seorang penandatanganan "surat selebaran fitnah", seingga timbul protes dari siding pleno, sehingga Goldfried akhirnya dikeluarkan dari panitia.
2. Pemecatan Massal Pejabat Dapatemen P&K (1964)
Pidato inangrasi Dr. Busono Wiwiho pada rapat pertama Majelis Pendidikan Nasional (Mapenas) dalam kependudukannya sebagai salah seorang wakil ketua, menyarankan agar PancawarDhana diisi dengan moral "panca cinta". sitem pendidikan pancawardhana dilandasi dengan prinsip-prinsip :
1. Perkembangan cinta bangsa dan cinta , moral nasional/ internasional / keagamaan
2. Perkembangan kecerdasan
3. Perkembangan emosional - artistrik atau rasa keharuan dan keindahan lahir batin
4. Perkembangan keprigelan atau kekerajinan tangan dan
5. Perkembangan jasmani
Moral panca cinta meliputi :
a. cinta nusa dan bangsa
b. cinta ilmu pengetahuan
c. cinta kerja dan rakyat yang bekerja
d. cinta perdamaian dan persahabatan antar bangsa-bangsa
e. cinta orang tua
Isi pidato tersebut mnimbulkan pertentangan dan kegelisahan dikalangan pendidi. Dilingkungan Dapartemen PP & K,polemic itu makin meruncing ketika dalam rapat dinas tanggal 23 Juli1964 Menteri PP & K, Prof.Dr.Prijono (1957-1966) memancing kembali suasana polemic tersebut. Akibatnya, pembantu menteri, Tartib Prawirodiharjo, meninggalkan rapat karena dituduh menghianati menterinya. Karena heboh mengenai pemecatan 27 orang pejabat berkenaan dengan isi Moral Pendidikan Pancwardhana , akhirnya Presiden membantu sendiri panitia dengan nama "Panitia Negara Penyempurnaan Ssitem Pendidikan Pancawardhana". Panitia ni diberi tugas untuk menyampaikan pertimbangan tentang "Pemecatan Massal", ke-27 orang tersebut dinyatakan tidak bersalah.
3. PGRI Pasca - Peristiwa G30 SPKI
Periode th. 1966-1972 merupakan massa perjuangan untuk turut menegakkan orde baru, penataan kembali organisasi, menyesuaikan misi organisasi secara tegas dan tepat dalam pola membangun nasional yang baru memerlukan pemimpin yang memiliki dedikasi yang tinggi, kemampuan manajerial yang mantap, dan pengalaman yang mendukung. Pelaksanaan kaderisasi yang dimulai pada th. 1957 di Jakarta dilanjutkan kembali mulai Juli 1973 di Bandung, Yogyakarta, dan Pandaan, Jawa Timur.
PGRI mencoba untuk turut memprakarsai dan menghimpun organisasi-organisasi pegawai negeri dekam bentuk RKS. Selanjutnya PGRI memprakarsai pendirian PSPN dengan ketua umumnya M.E.Subiadinata. Terakhir, pada th.1967, PGRI memprakarsai dari MPBI lahirnya FBSI.
4. Usaha PGRI melawan PGRI Non-Vaksentral/PKI
PGRI tidak luput dari ancaman tersebut. Pada kongres IX PGRI di Surabaya (Oktober 1959), infiltrasi PKI kedalam tubuh PGRI benar-benar terasa, dan lebih jelas lagi dalam konges X di Jakarta (November 1962). Kiranya prinsip "siapa kawan siapa lawan" berlaku pula dalam tubuh PGRI. "Kawan adalah semua golongan pancasilasakti PKI yang berusaha melaksanakan pendidikan. "pancacinta" dan "pancatinggi". Akan tetapi kekuatan pancasila di PGRI masih lebih kuat dan mampu bertahan menghadapi tantangan tersebut.
Setelah PKI diwakili oleh guru-guru berorientasi ideologi komunis tak mampu lagi melakukan taktik -taktik penyusupan terhadap PGRI, mereka mengubah siasat dengan melakukan usaha terang- terangan untuk memisahkan dari PGRI. Untuk menyelamatkan pendidikan dari berbagai anacaman dan perpecahan diantara guru, presiden Soekarno turun tangan dengan membentuk majelis pendidikan nasional yang menerbitkan penpres No. 19 th. 1965 tentang pokok-pokok pendidikan pancasila akan tetapi penpres tersebut tidak behasil mempersatukan organisasi ini sungguh perpecahan tersebut merupakan peristiwa yang sangat pahit bagi PGRI.
PGRI SEJAK LAHIRNYA ORBA (1967-1998)
Sejak lahirnya orde baru hingga berakhirnya era ini. Periode ini sebagai tahap "stabilitasi dan pertumbuhan". Sebagai komponen orde baru, PGRI menikmati masa-masa perkembangan dan stabilitas dan kekohesifan pada interen organisasi. Stabilitas ini secara simbolis dipresentasikan antara lain pada pengurusnya. Tahap stabilitas dan pertumbuhan diwujudkan antara lain :
1. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI)
Pembentukan KAGI di Jawa Tengah dan Jawa Timur antara lain adalah untuk menyelamatkan PGRI. Tugas utama KAGI antara lain membersihkan dunia pendidikan Indonesia dari unsur-unsur PKI dan Orde Lama, yaitu PGRI Non Vaksentral, Serikat Sekerja Pendidikan, dan PGTI (Persatuan Guru Teknik Indonesia), menyatukan guru didalam suatu wadah organisasi guru (PGRI), memperjuangkan agar PGRI menjadi organisasi guru yang tidak hanya bersifat Unitaristik tetapi juga Independen dan Non partai politik.
Kongres PGRI ke IX mengalami kegagalan dikarenakan rencana bulan November 1966, gagal karena adanya peristiwa G30 SPKI dan Keuangan rencana bulan November 1966 gagal karena terjadinya dualisme kepemimpinan nasional dan kehidupan politik di Indonesia. Kongres PGRI X bulan Oktober 1962 di Jakarta periode 1962 s.d 1965 merupakan periode yang paling sulit bagi kepengurusan PGRI, karena terjadinya perpecahan dalam tubuh PGRI. Sehingga prinsip "siapa kawan dan siapa lawan" berlaku pula pada tubuh PGRI. Kawan adalah semua golongan Pancasilais anti PKI. Lawan adalah PKI yang memaksakan "Pendidikan Panca Cinta" dan "Panca Tinggi" thn 1964 dibentuknya PGRI Non Vaksentral di berbagai daerah oleh PKI.
2. Konsolidasi Organisasi
Kegiatan PGRI terpusat pada penanganan KAGI dan konsolidasi Organisasi (melalui persiapan pada Zaman Orde Baru). Kongres PGRI XI terlaksana pada tgl 15 s.d 20 Maret 1967 di Bandung.
Hasil Kongres XI Bidang Umum :
- Memenangkan perjuangan untuk menegakkan dan mengembangkan Orde Baru demi suksesnya Dwi Dharma dan Catur Kaarya Kabinet Ampera
- Mendukung sepenuhnya keputusan dan ketetapan sidang umum istimewa MPRS 1966
- Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara sebagimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945
- Menolak Manifesto Politik (Manipol) sebagai haluan negara
- Menjunjung tinggi hak asasi manusia
- Semua lembaga negara yang ekstra konstitusional supaya segera dibubarkan
- PGRI Non Vaksentral PKI, Serikat Sekerja Pendidikan, PGTI, dinyatakan sebagai ormas terlarang karena merupakan organisasi antek PKI
- Diaktifkannya kembali 27 pejabat kementerian P & K, mereka mempertahankan pendidikan yang berdasarkan Pancasila serta menolak Panca Cinta dan Panca Tinggi
Hasil Kongres XI Bidang Organisasi :
- Konsolidassi dan pengembangan organisasi ke dalam dan keeluar daerah untuk menciptakan kekompakan pada seluruh potensi pendidikan
- Perubhan dan penyempurnaan AD/ART PGRI yang sesuai dengan perkembangan Politik Orde Baru
- Istilah Panitera umum diganti dengan Sekretaris Jenderal, dan Panitera diganti dengan sekretaris
- Perluasan keanggotaan PGRI dari Guru TK, sampai dengan Dosen Perguruan Tinggi
- Penentuan kriteria/ persyaratan pengurus PGRI mulai tingkat Pengurus Besar, Pengurus Daerah, Pengurus Cabang hingga ranting
- PGRI menjadi anggota WCOTP (World Confederation of Organization of The Teacher Profession)
- Menyatakan PGRI siap untuk menjadi tuan rumah pelaksanaan Asian Regional Conference (ARC WCOTP)
3. Lambang PGRI
- Nyala api dengan 5 sinar warna merah melambangkan arti ideologi dan arti teknis yakni sasaran budi pekerti, cipta, rasa, karsa, dan karya generasi
- 4 buku mengapit suluh dengan posisi 2 daar dan 2 tegak (simetris) dengan warna corak putih melambangkan sumber ilmu yang menyangkut nilai-nilai moral, penngetahuan, keterampilan, dan akhlak bagi tingkatan lembaga-lembaga pendidikan, pra sekolah, dasar, menengah, dan tinggi
- Warna dasar tengah hijau melambangkan kemakmuran
Arti keseluruhan lambang PGRI :
Guru Indonesia dengan itikad dan kesadaran yang murni dengan segala keberanian, keluhuran jiwa dan kasih sayang senantiasa menunaikan darma baktinya kepada negara, tanah air dan bangsa Indonesia dalam budi pekerti cinta, menjdi manusia pancasila yang memiliki moral, pengetahuan, keterampilan dan akhlak yang tinggi.
Penggunaan :
1. Sebagai lambang atau lencana
2. Sebagai panji resmi dalam upacara dan panji hiasan
3. Mendampingi bendera nasional dalam upacara/ pertemuan organisasi PGRI
4. Berdirinya YPLP-PGRI dan wisma guru
Berdirnya YPLP PGRI Dan Wisma Guru
Manfaat yang dapat diambil dari ketetapan PGRI sebagai organisasi profesi guru :
- Medan perjuangan pengabdian dan kekaryaan anggota PGRI dapat makin ditingkatkan dan dimantapkan
- Upaya peningkatan mutu profesionalisme para anggota PGRI dapat diperhatikan selaras kekuatan IPTEK
- Dapat dipupuk rasa persatuan dan kesatuan yang makin kokoh diantara anggota PGRI
PGRI PADA MASA REFORMASI
Era reformasi merupakan suatu kurun waktu yang ditandai dengan berbagai perubahan untuk membentuk tatanan baru yang lebih baik guna mencapai tujuan nasional yang dicita-citakan. Adapun yang menjadi tujuan reformasi adalah tercapainya suatu tatanan kehidupan yang baru dan lebih baik dalam masyarakat madani, yaitu masyarakat demokratis, sejahtera dan agamis.
Era reformasi ditandai dengan runtuhnya sebuah rezim orde baru yang otorier. Setelah orde baru tumbang maka perubahan menjadi pilihan pembangunan bangsa. Perjuangan PGRI pada masa reformasi ini meliputi bidang keorganisasian, kesejahteraan, ketenagakerjaan, perundang- undangan, reformasi pendidikan nasional serta kemitraan nasional dan internasional.
1. Kongres XVIII di Lembang Bandung (25-28 November 1998) menghasilkan :
- Kehidupan organisasi lebih demokratis dan dinamis
- Pengurus besar ditugaskan memperjuangkan UU guru dan anggaran pendidikan 20%
- Kembali ke jatidiri PGRI
2. Kongres XIX di Semarang (8-12 Juli 2003) :
- Penegasan kembali PGRI sebagai organisasi perjuangan, organisasi profesi, dan organisasi ketatanegaraan
- Diundangkannya UU guru dan dosen
- Pengakuan guru sebagai profesi oleh presiden pada tanggal 2 Desember 2004
3. Kongres XX di Palembang, Sumatera Utara (30 Juni-4 Juli 2008) :
- Ditetapkannya Kode Etik dan Dewan Kehormatan Guru Indonesia
- Membangun PGRI yang kuat dan bermatabat
- Dibentuknya Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidik dan Tenaga Kependidikan dan Peningkatan Mutu Pendidikan
4. Kongres XXI di Istora Senayan, Jakarta (1-5 Juli 2013) :
Didalam mencapai perubahan yang lebih baik, maka diadakanah kongres, berikut ini beberapa hasil kongres yang dimulai dari runtuhnya orde baru (reformasi)
Hasil kongres ke- XXI ada tiga hal yang penting yaitu :
1. Politik Nasional yang terdiri dari :
- PGRI menyerukan kepada seluruh anggota PGRI agar setiap pemilu senatiasa menggunakan hak pilihnya untuk memilih calon yang peduli dengan pendidikan
- PGRI mendesak pemerintah khusunya penegak hukum agar meningkatkan penegakan hukum yang berazaskan keadilan
- Memberikan dorongan kepada KPK dan aparat penegak hukum untuk memberantas korupsi tanpa tebang pilih
- PGRI menyesalkan perlakuan aparat di daerah yang melakukan pergantian dan mutasi terhadap pejabat terutama guru pasca pemilukada yang bernuansa politik
- Menuntut Kemendikbud dan Kemenag untuk melaksankan politik anggaran yang efektif dan efesien sehingga berdampak langsung kepada penigkatan mutu pendidikan
2. Pendidikan Nasional yang terdiri dari :
- PGRI mendesak pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, untuk mengkaji ulang sistem Ujian Nasional (UN) dan merumuskan kembali model evaluasi hasil belajar dalam rangka pengendalian mutu seperti ditetapkan oleh undang-undang
- PGRI mendesak Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, untuk melakukan evaluasi secara komprehensif terhadap implementasi/ uji coba kurikulum 2013/2014
- PGRI mendesak Pemerintah, dalam hal ini Kemendikbud, utnutk mengkaji ulang sistem penerimaan siswa dan mahasiswa baru dengan merumuskan kembali sistem seleksi yang adil, transparan, dan akuntabel
- PGRI mendesak Pemerintah dan DPR untuk merevisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Otonomi Daerah
- Melalui kongres XXI, PGRI mendeklarasikan dirinya sebagai organisasi profesi dibidang pendidikan
3. Pendidikan dan Tenaga Kependidikan yang terdiri dari :
- Menuntut pemerintah agar melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan dengan program peningkatan kualitas guru sebagai fokus utama melalui manajemen yang profesional dan bertanggung jawab
- Mendesak pemerintah agar guru dikembalikan pengelolaannya dalam satu unit utama sehingga memudahkan pengurusan secara keseluruhan
- Sesuia dengan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dalam jabatan pada 30 Desember selesai pada tahun 2005. PGRI mendesak kepada pemerintah untuk benar-benar menyelesaikan sertifikasi tersebut
- Mendesak pemerintah untuk benar-benar memenuhi kebutuhan guru dan tenaga kependidikan melalui pendistribusian dan pengangkatan yang tepat pada setiap satuan pendidikan serta memprioritaskan guru dan tenaga kependidikan non PNS yang memenuhi syarat untuk diangkat menjadi PNS, tanpa memandang persentase APB
0 komentar: